Hukum agraria atau dikenal hukum pertanahan Indonesia, diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Pokok Agraria. Hukum pertanahan Indonesia, sedikit banyak didasarkan pada hukum adat yang hidup di dalam masyarakat.
Dalam hukum pertanahan Indonesia, kenal adanya asas Pemisahan Horizontal. Asas ini mengatur bahwa benda-benda, baik bangunan maupun tanaman yang berada di atas bidang tanah, dipisahkan hak kepemilikannya. Ketentuan Pasal 4 ayat (2) UUPA, menyebutkan:
“Hak atas tanah memberi kewenangan untuk menggunakan tanah, termasuk ruang di atas dan di bawah tanah, tetapi tidak serta merta menjadikan bangunan/tanaman milik pemegang hak tanah.”
Asas Perlekatan atau Asas Accessie
Hal ini sedikit berbeda dengan asas Perlekatan (accessie) yang dianut dalamketentuan Pasal 507, Pasal 508 dan Pasal 509 KUH Perdata, yang selengkapnya berbunyi:
Pasal 507
“Segala apa yang tertanan atau dibangun di atas sebidang tanah, baik secara alamiah maupun dengan kehendak manusia, dianggap sebagai bagian dari tanah itu.”
Pasal 508
“Pohon-pohon dan tanaman yang berada di atas sebidang tanah adalah kepunyaan pemilik tanah tersebut.”
Pasal 509
“Bangunan yang didirikan di atas tanah juga dianggap menjadi milik pemilik tanah, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang atau perjanjian/”
Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali
Dari uraian di atas, bahwa terdapat perbedaan yang dianut oleh UUPA dengan KUHPerdata. Lalu pertanyaan nya, yang mana yang berlaku?
Merujuk pada Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali, bahwa hukum yang lebih khusus mengesampingkan hukum yang lebih umum. KUH Perdata, adalah hukum yang umum, sementara UUPA adalah hukum yang lebih khusus, sehingga yang berlaku adalah UUPA sebagai hukum yang khusus.
Yurisprudensi Terkait
Mengenai Asas Pemisahan Horizontal terkait, terdapat beberapa Putusan Hakim terdahulu yang memberikan putusan, sebagai berikut:
- Putusan Mahkamah Agung RI No. 123 K/Sip/1970
MA menegaskan bahwa kepemilikan bangunan dapat berbeda dengan pemilik tanah. Jadi bangunan tidak otomatis ikut menjadi milik pemilik tanah.
- Putusan Mahkamah Agung RI No. 286 K/Sip/1971
Menyatakan bahwa bangunan rumah yang didirikan di atas tanah milik orang lain tetap dapat dimiliki secara terpisah oleh pendiri/pemilik bangunan tersebut.
- Putusan Mahkamah Agung RI No. 3196 K/Pdt/1984
Menyatakan bahwa dalam hukum agraria nasional berlaku asas pemisahan horizontal, sehingga kepemilikan tanah tidak otomatis meliputi bangunan yang ada di atasnya.
- Putusan Mahkamah Agung RI No. 1240 K/Sip/1980
MA menegaskan bahwa tanah dan bangunan bisa dimiliki subjek hukum yang berbeda, sejalan dengan asas pemisahan horizontal.
Apabila ingin bertanya lebih lanjut mengenai isu ini, dapat menghubungi kami melalui Email: contact@amicus.id atau melalui whatsapp di nomor: +62 878 9111 7889